Friday, October 8, 2010

Piramida Maslow dan Negara Kita

Pada artikel sebelumnya dijelaskan bahwa Abraham Maslow, seorang psikolog berkebangsaan Amerika, mengemukakan teori motivasi yang diilustrasikan dalam bentuk piramida. Jika sebuah teori digambarkan dalam bentuk piramida, berarti bidang terbawah akan mendasari tingkat-tingkat selanjutnya. Kebutuhan terdasar adalah bernapas, makanan, air, seks, tidur, bertahan hidup, dan buang hajat. Kebutuhan akan rasa aman menempati tingkat kedua. Tingkat ketiga ditempati kebutuhan akan kasih sayang. Pada tingkat keempat, ada kebutuhan untuk dihargai. Maslow menempatkan aktualisasi diri di puncak piramidanya. Semua kebutuhan tersebut yang menurut penelitian sang psikolog mendorong manusia melakukan tindakan tertentu.
Saya jadi teringat pada negara-negara yang masih berjuang untuk menafkahi penduduknya. Sampai detik ini, masih sulit bagi penduduk negeri tersebut untuk bisa memenuhi kebutuhan perutnya. Saya tidak bicara 'berusaha', tapi BERJUANG. Berjuang artinya mengeluarkan energi, pikiran, banting tulang. Melibatkan emosi. Dampaknya adalah kelelahan emosi yang sangat, pikiran terkuras sampai kehilangan logika, sehingga yang jalan adalah naluri. Ketika naluri tidak ditopang dengan pikiran waras dan emosi yang terkendali, maka...segala hal bisa terjadi. Kriminalitas, kekerasan rumah tangga, hingga penyakit jiwa.
Adalah berbahaya bagi negara jika belum sanggup memberi makan penduduknya. Kejadian saling tikam di tengah masyarakat, harafiah ataupun secara kiasan, tidak dapat terhindarkan. Penyebabnya adalah naluri yang berjalan liar tanpa didukung kewarasan emosi dan pikiran. Begitu liarnya, sampai-sampai manusia berubah menjadi binatang bagi yang lain. Tidak memandang pendidikan maupun golongan. Saya punya seekor kucing yang telah dididik sedari kecil untuk bersikap "rumahan". Makan teratur, tidur teratur, bisa berkomunikasi dengan baik, dan buang air di toilet. Namun, jika sudah kelaparan setengah mati, ia tak ragu naik meja untuk mengambil apapun untuk dimakan. Demikian gambarannya manusia yang sudah sedemikan laparnya, perut akan menutup akal sehat, sementara negara belum mampu memberi makan teratur setiap hari.
Di negara ini, pemerintah belum mampu memberi makan seluruh penduduknya, tapi nekat menggunakan Rp1,168 trilyun demi membangun gedung DPR dengan super fasilitas. OK, sah-sah saja merenovasi gedung DPR daripada rubuh. Tapi itu berarti pemerintah terus tutup mata terhadap malnutrisi kolektif yang memicu semakin maraknya penyakit sosial di tengah masyarakat. Dengan apakah itu akan dikendalikan? Anda tidak bisa terus melontarkan slogan, Bung! Jika perut sudah menutup akal sehat, yang harus diberi makan adalah perut, bukan telinga. Percuma saja memberikan pidato-pidato idealis. Beri makan rakyat! Rakyat yang telah (di)lupa(kan) untuk diberi makan akan bertindak sesuai tuntutan perutnya.


Tentang Mereka Yang Sudah Di Tingkat Atas 

Orang-orang yang duduk di pemerintahan dan kursi wakil rakyat bisa jadi orang-orang yang telah mencapai tingkat kedua sampai kelima pemenuhan kebutuhan manusia. Motivasi mereka dapat ditebak dari tindak tanduknya.
1.    Mencari kestabilan
  • Mengatakan 'ya' pada semua pendapat, meskipun tidak setuju. Kalaupun ia mengutarakan sesuatu, pendapatnya cenderung mengamankan posisinya.
  • Rentan untuk melakukan korupsi kecil-kecilan dan pungutan liar. Comot sana-sini, sabet sana-sini, yang penting tidak ketahuan.
  • Banyak dari antara mereka yang rajin, lho
  • Banyak juga yang bekerja sesuai aturan dan standar yang berlaku. Mereka 'bersih'. Prinsipnya: "yang penting halal".
2.   Kebutuhan akan kasih sayang
  • Senang bergaul dan punya kumpulan sendiri (kalau tidak mau dibilang 'ngegang, karena merasa ketuaan untuk hal tersebut).
  • Sering ikut-ikutan teman. Kalau teman punya Blackberry, langsung beli. Trendnya Mercedes-Benz, bela-belain punya. Kadang perlu juga, tapi kalau kelewatan, artinya tidak punya identitas.
  • Menabur simpati agar disayang teman. Sebenarnya bagus, namun banyak di antara mereka yang jadi dimanfaatkan atau malah bermuka dua.
  • Orang yang berada dalam tahap ini terkadang tidak terlalu peduli dengan posisi dan lebih ingin menikmati hidupnya saja.
3.   Kebutuhan untuk dihargai
  • Pada level ini, orang bisa saja menjadi kreatif dan idealis.
  • Pekerja keras dan seorang pengabdi.
  • Bereaksi terhadap kritik.
  • Sulit menerima penolakan.
4.   Kebutuhan aktualisasi diri
  • Berani mengekspresikan diri dan pendapatnya
  • Siap dengan konsekuensi yang akan dihadapinya
  • Menurut dia, hal-hal yang dilakukannya punya alasan tersendiri dan cenderung filosofis.
  • Sering tidak peduli dengan pendapat orang lain.
  • Mottonya: "either you are with me or against me".
Makin menuju puncak piramida, semakin sulit terlihat sisi negatifnya karena lebih mengarah pada hal-hal yang bersifat kehalusan budi. Orang-orang yang bisa mengritik sisi-sisi itu adalah mereka yang berbudi halus pula dikarenakan orang-orang seperti melatih intuisinya dengan kepekaan terhadap filsafat dan moral, didukung pengetahuan tertentu.
Oleh sebab itu, bukalah mata fisik, pikiran, dan hati kita lebar-lebar terhadap beragam isu yang sedang diperbincangkan di tengah masyarakat. Mulailah mengritisi dan bertindak SEKARANG!













No comments: